Masyarakat Papua Raja Empat Palang Adat, Anehnya di Lapor Polisi

Jakarta-Terkait Penuntutan ganti rugi kerusakan Hutan Adat di Tanah Wilayah masyarakat Adat Raja Empat Papua Barat, Marga Weju dan Ansan, Keberatan TerhadapPembangunan Jalan Lingkar Raja Ampat Di Pulau Waigeo, Timur Kampung Yensiner Dusun Wesan Yang dikerjakan oleh kontraktor lokal PT.KALANAFAT PUTRA.
Pada Tahun 2015 yang meninggalkan Konflik antara Masyarakat Adat dengan Masyarakat lainya;
Menurut Ketua Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) Badan Penelitian Aset Negara Jhon Tokan kepada suara-merdeka.com Senin (13/7) mengatakan
Bukti kerusakan adalah Dusun Sagu, dimana Situs budaya peninggalan leluhur Dan berapa jenis Tanaman Tumbuh yang bernilai ekonomisIkut di musnahkan
Dan Langkah LAI Semua upaya masyarakat adat di lakukan dari menyurati pihak kontraktor, Sampai melapor kepada pihak berwajib, namun semua tidak pernah mengasilkan satu kesepakatan yang pasti;
Dia menambahkan Pihaknya mereview pada tahun 2017 Masyarakat Adat mendatangi kontraktor untuk mediasi Bersama Pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat.

Dengan Kontraktor PT.KALANAFAT PUTRA Dan terjadi kesepakatan antara BUPATI Raja Ampat dengan Masyarakat Adat, Yang di Wakili Oleh Sekda Kabupaten Raja Ampat,
Dengan Menjanjikan Akan sesegera mungkin menyelesaikan tuntutan Masyarakat adat Di AFU Resot;
Namun sampai Tahun 2018 Tidak Pernah ada penyelesaian sesuai dengan Janji Sekda atas Intruksi Bupati Raja Ampat tersebut, Selajutnya Jhon menambahkanbahwa Marga Weju meminta Lembaga Aliansi Indonesia Untuk memfasilitasi Masyarakat Adat untuk berkoordinasi ulang dengan pihak Pemda Setempat, dan saat itu Pemerintah diwakili Oleh Sekda Raja Ampa, t Namun sama sekali Tidak membuahkan Hasil yang baik;
Maka Pada tanggal 27 Bulan April Tahun 2020 masyarakat Adat Dari Marga Weju Mendatangi Lembaga Aliansi Indonesia Untuk meminta Pendampingan dan melakukan Pemalangan atas dasar bukti serta janji dari Pihak Terkait.
Selanjutnya masyarakat melakukan pemalangan di atas objek alat berat milik PT.KALANAFAT PUTRA yang kebetulan sudah ada di lokasi kerusakan tersebut;
Setelah melakukan pemalangan masyarakat Adat yang tergabung dalam Lembaga Aliansi Indonesia di laporkan ke pihak kepolisian Resort Kabupaten Raja Ampat,
Dengan tuduhan Melakukan Pencurian, pembongkaran, penghasutan Serta Pengancaman dan pemerasan,
Padahal masyarakat dan pihak Lembaga Aliansi Indonesia tidak MelakukanKejahatan tersebut melainkan hanya pemalangan atas dasar bukti dan hak mereka
Tapi akan tetapi pihaknya ikuti prosedur Hukum, apapun itu kami tetap hargaiDan menghormati hukum
“Namu kami sangat kecewa dengan oknum penegak hukum yang tidak menghargai Masyarakat Adat dan selalu memberatkan masyarakat dan dalam hal, sangkaan tanpa buti dan menekan masyarakat seakan akan masyarakat telah benar bersalah,” Ujar Djon.
Padahal kami punya bukti Saksi dan hal ini bukan hal yang baru lagi, bahkan pada Tahun 2015 masyarakat adat Melalui Lembaga Adat (LMA) sudah pernah menyurati Pihak Polres Raja Ampat Dengan Perihal Pengaduan Masyarakat Adat, tentang kerusakan Hutan dan Kerugian Masyarakat Yang Terkena dampak Dari Projek Pembanguan jalan Tersebut, Tapi tidak ada tanggapan atau respon dari pihak Penegak Hukum;
Perwakilan Masyarakat, dan Lembaga Aliansi Indonesia Badan Penelitian Aset Negara,
Sangat Sesalkan hal ini, kenapa Hak-hak Masyarakat Khususnya Masyarakat Adat Di Raja Ampat selalu di Rampas di Rusakan dan di hancurkan Oleh Oknum yang punya kepentingan diri sendiri tanpa melihat dan menghargai Hak Asasi Manusia, apalagi sampai masyarakat di tindas dan didiskriminasi seperti ini, kan siapa yang rugi, masyarakat yang punya sumberdaya alam Tanah wilayah kok di tekan dengan segala macam ancaman, apa kesalahan mereka, mereka kan hanya menuntut hak nya tidak lebih dari itu dan tidak membatasi pula program pemerintah dalam setiap Program pembangunan, di Raja Ampat; Tutur Ketua Lembaga Aliansi Indoneisa Badan Penelitian Aset Negara Jhon Tokan yang di dampingi Kabid Satgas Mavia Tanah Motar Weju di Waisai.